JAKARTA, GORIAU.COM - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Polri gagal memeriksa Bambang Widjojanto, Rabu (11/3/2015) ini. Pasalnya, BW membawa selembar "surat sakti" yang ditulis oleh Ketua sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrachman Ruki.

Bambang mengatakan, surat tersebut ditulis Ruki pada Senin, 9 Maret 2015. Isinya meminta Polri untuk menghentikan pemeriksaan pimpinan non-aktif sekaligus pegawai KPK. Permintaan itu merujuk dua hal, yakni perintah Presiden Joko Widodo untuk menghentikan kriminalisasi dan pertemuan antara Ketua sementara KPK, Wakil Kepala Polri, dan Jaksa Agung beberapa waktu lalu.

"Hari ini saya datang memenuhi panggilan sebagai saksi. Tapi, saya juga harus hormati surat Plt KPK dan pimpinan institusi penegak hukum lain. Saya juga harus menghormati Presiden," ujar Bambang di teras Bareskrim Mabes Polri, Rabu sore.

"Sekarang saya dalam posisi yang rumit. Oleh sebab itu, saya putuskan saya datang saja dulu ke sini membawa surat pimpinan KPK. Saya memenuhi panggilan, tapi tidak bersedia diminta keterangan atas alasan surat itu," lanjut Bambang.

Bambang mengatakan, dia hanya bertemu penyidik di luar ruangan pemeriksaan Direktorat Tipid Eksus Bareskrim. Bambang mengaku bertemu penyidik, tetapi hanya bersalaman saja dan tidak diperiksa.

Sementara itu, pihak yang bertemu dengan penyidik yang memeriksa Bambang adalah dua orang kuasa hukumnya. Mereka hanya menunjukan "surat sakti" tersebut.

Bambang mengatakan, seharusnya internal Polri mengetahui keberadaan surat Ruki itu dan tak perlu melakukan panggilan terhadap dirinya. Sebab, surat diketahui ditembuskan kepada Wakil Kepala Polri Komjen Badrodin Haiti.

Diketahui, Bambang diperiksa sebagai saksi atas kasus dugaan memerintahkan saksi memberikan keterangan palsu dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2010 silam dengan tersangka bernama Zulfahmi.

Kasus itu sendiri telah menjerat dua tersangka, yakni Bambang Widjojanto dan Zulfahmi. Namun, penyidik memisahkan berkas keduanya.

Pemeriksaan kali ini adalah untuk memenuhi berkas Zulfahmi sehingga status Bambang hanya sebagai saksi. Meski berkas berbeda, keduanya dikenakan pasal yang sama, yakni Pasal 242 ayat (1) KUHP tentang sumpah palsu dan keterangan palsu juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 55 ayat (2) ke-2 KUHP tentang penyertaan dalam tindak pidana juncto Pasal 56 KUHP tentang dipidana sebagai pembantu kejahatan.***