PANGKALANBUN, GORIAU.COM - Salah seorang tokoh masyarakat di daerah Kalimantan Tengah, Gusti Kadran yang mengaku masih keturunan ke-13 Kesultanan Kotawaringin datang ke Pangkalanbun. Gusti berniat membantu tim SAR dalam pencarian badan pesawat Airasia QZ8501 yang jatuh di selat Karimata.

Menurut Gusti, perairan selat Karimata sudah lama terkenal angker yang dipimpin oleh seorang ratu yang bernama Ratu Junjung Buih.

"Kalau di daerah Jawa itu ada Ratu Laut Kidul. Nah, kalau di Pangkalanbun itu Ratu Junjung Buih namanya," kata dia di Lanud Iskandar Pangkalanbun Kalimantan Tengah, Minggu (4/1).

Benar tidaknya mengenai apa yang disampaikan oleh Gusti itu masih percaya tidak percaya. Namun demikian, cerita soal Junjung Buih selama ini memang hidup di tengah-tengah warga Kalimantan.

Nama Junjung Buih sendiri pernah dipakai sebuah nama Plaza pada tahun 1990-an, di Jalan Pangeran Samudera, Kota Banjarmasin. Pasca kerusuhan yang terjadi 23 Mei 1997, bangunan itu pun lenyap dan berganti-ganti nama menjadi Hotel Arum, dan kini bernama Hotel A.

Ratu Junjung Buih sendiri disebut-sebut sebagai istri dari Pangeran Suryanata. Konon, ratu Junjung ialah puteri raja pertama di Kalimantan hasil dari pertapaannya di Candi Agung. Putri Jungjung Buih ditemukan dari tumpukan buih di sungai.

Dahulunya, di kerajaan Amuntai di Kalimantan dipimpin oleh dua bersaudara, yakni Padmaraga yang disebut dengan Raja Tua dan Sukmaraga yang disebut Raja Muda. Kedua saudara itu tak memiliki keturunan. Sehingga mereka berdoa meminta agar dikaruniai keturunan. Raja muda mendapat kabar istrinya hamil dan dianugerahi anak kembar setelah pulang dari bertapa.

Mendengar hal itu, raja tua pun berdoa di Candi Agung, di luar Kota Amuntai. Dalam perjalanan pulang, dia melewati sungai dan melihat ada sosok bayi yang sedang terapung di tumpukan buih dan menjadikannya sebagai anak asuhnya. Anehnya, ketika hendak diambil si bayi itu dapat berbicara kepada Datuk Pujung yang berusaha mengambil bayi itu di sungai.

Bayi itu pun dapat diambil dengan meminta syarat, yakni Raja Tua menyediakan selembar kain dan selimut yang selesai ditenun dalam waktu setengah hari. Bayi perempuan tersebut juga meminta agar dijemput oleh 40 wanita cantik. Akhirnya, raja tua pun segera memerintahkan kepada bawahannya untuk mencarikan 40 wanita cantik dan mengadakan sayembara untuk menenun kain dan selimut dalam waktu setengah hari.

Telah banyak penenun yang mengikuti sayembara tersebut, tetapi belum ada satupun yang mampu menyelesaikan dalam waktu setengah hari. Hingga akhirnya, datang seorang wanita bernama Ratu Kuripan, yang mampu menyelesaikan tugasnya dalam waktu setengah hari. Dan hasilnya pun begitu mengagumkan.

Bayi itu pun diangkat menjadi anak oleh Raja Tua dan diberi nama Junjung Buih. Sementara, Ratu Kuripan dijadikan pengasuh ratu Junjung Buih. Semua ilmu-ilmu yang dimiliki ratu Kuripan diberikan kepada ratu Junjung Buih yang membuatnya menjadi cerdas dan di kemudian hari menjadi panutan rakyat Amuntai.

Putri Jungjung Buih lalu menikah dengan pangeran dari Majapahit yakni pangeran Suryanata. Dan memberikan keturunan-keturunan yang berkuasa di wilayah Kalimantan.

Diyakini Gusti, Jungjung Buih ini kini menjadi penguasa di Selat Karimata. Menurut penerawangan Gusti Kadran, aura mistis masih terasa sangat kuat di Selat Karimata, sehingga dia mengatakan tidak akan berhasil evakuasi jika hanya mengandalkan kemampuan manusia dan peralatan canggih.

"Yang kita tekankan jangan mengandalkan kekuatan manusianya saja, tetapi kita juga mesti hargai kekuatan gaib. itulah yang dominan," jelas dia.

Pria tua ini pun, berniat akan datang langsung ke lokasi pencarian guna membujuk makhluk gaib yang menghalang-halangi pencarian korban selama ini.

"Mudah-mudahan hari ini ada hasil positif. Jika tidak, kita komunikasi langsung ke lokasi, karena makhluk ini lebih kuat daripada manusia," tutup dia.***