RUPAT UTARA - Setelah menempuh perjalan panjang dari Pekanbaru, Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman beserta istri Hj Sisilita dan rombongan akhirnya tiba di Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis sekitar pukul 21.30 WIB dan langsung dijamu makan malam oleh Bupati Bengkalis, Amril Mukminin beserta istri, Kasmarni di wisma Mutiara.

Orang nomor 1 di Riau ini ternyata sudah tidak sabar ingin menonton tari zapin api yang jarang sekali tampil pada hari-hari biasa. Tari zapin api yang hanya bisa dibawakan oleh masyarakat Rupat ini menurutnya sangat menarik dan tetap harus diwariskan hingga ke anak cucu.

"Kita cukup apresiasi dengan penampilan tadi, meskipun penarinya tidak lengkap tapi penampilannya sudah bagus," kata Gubernur Riau saat di konfirmasi GoRiau.com usai menyaksikan pertunjukan tari Zapin Api di pinggir pantai Pesona, Teluk Rhu, Rupat Utara.

Gubernur bahkan menghampiri salah seorang pemain musik tari zapin api untuk berdialog singkat dan memuji penampilan mereka. "Penampilannya sudah bagus. Berapa orang penari sebenarnya," tanya Gubri kepada salah seorang pemain musik, yang dikutip GoRiau.com saat itu.

Dikatakannya, tari yang sudah 40 tahun tidak pernah di mainkan oleh masyarakat Rupat, 3 tahun terakhir kembali ditampilkan masyarakat atas dorongan Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bengkalis.

"Ini harus diwariskan agar tari tradisional ini tidak hilang begitu saja. Seperti halnya penampilan tadi, meski formasinya tidak lengkap tetapi dua atau tiga orang yang menari tadi juga sudah memberikan penampilan yang baik kepada kita semua," ujar Gubri.

Tari Zapin Api ini hanya akan diperagakan pada hari-hari besar atau acara keadatan. Menariknya, para penari sama sekali tidak merasa panas. Mereka justru terlihat begitu menikmati tarian dan seolah sedang bermain ditengah api yang semakin membara. Memang, kondisi ini tidak dapat dicerna logika, terlebih api yang panas itu tidak mampu melukai kulit penarinya.

Tidak dipungkiri, tarian Zapin Api sarat akan nuansa mistik. Pasalnya sebelum atraksi dimulai, para penari yang terdiri dari lima orang bertelanjang dada ini mengintari dupa kemenyan yang dibakar. Di tengah lapangan sudah disiapkan sabut kelapa yang dibakar untuk pertunjukan.

Pertunjukan ini dipimpin oleh seorang khalifah. Sang khalifah kemudian membacakan doa-doa. Semua pengunjung diinstruksikan agar tidak menyalakan api dalam bentuk apapun.

Diiringi oleh musik yang berasal dari petikan dawai gambus, gendang, dan marwas seolah menjadi mantra pemanggil arwah. Suasana semakin mencengkam ketika sang khalifah mengeraskan hafalan doa-doa.

Sementara itu lima orang yang sudah bersiap dihadapan dupa kemudian mengitari piring kemenyan, dan mengambil posisi bersila. Kelimanya melakukan gerak layaknya orang tengah membasuh tubuh. Kedua tangannya meraih asap kemenyan dan menyapunya ke seluruh tubuh. Seolah ingin menelan asap kemenyan, kelima orang ini mendekatkan wajah mereka mendekati piring berisi dupa tersebut.

Di tengah lapangan, api sudah mulai menyeruak dari sabut kelapa kering yang dibakar. Tanpa komando, salah satu dari lima orang tersebut kemudian berdiri dan bergerak perlahan mengikuti alunan gendang. Pada tahap ini mereka sudah terlihat kerasukan. Apa yang terjadi selanjutnya? Ternyata Ia mendekati kobaran api yang sudah disiapkan.

Seperti dugaan, Ia mengambil sabut kelapa yang terbakar dengan kedua tangannya dan melemparkannya ke udara. Sontak saja, bunga api bertebaran kemana-mana dan akan sangat menyakitkan jika terkena kulit. Namun tidak demikian dengan penari ini, Ia layaknya tengah mengambil air di sungai disiramkan ke tubuhnya untuk mandi. Tanpa kepanasan, atau luka sedikitpun.

Tidak lama berselang penari yang sudah bercengkrama dengan api ini kemudian memanggil empat temannya yang lain. Salah satu dari mereka kemudian melebur ke dalam api layaknya melebur ke dalam sungai. Masih tanpa sakit atau terluka kepanasan sedikitpun.

Meksi terkesan simpel, namun ada banyak aturan dalam pergelaran ini. Alunan musik harus terus bersuara untuk mempertahankan penari agar tetap dalam kondisi tidak sadar. Jika musik berhenti, maka para pemain akan kembali sadar. Terlebih jika ada yang menyalakan api, maka pertunjukan bisa tidak dilanjutkan lagi.

Setelah sadar, pemain terlihat terkulai lemas tanpa tenaga. Salah satu penari mengatakan jika Ia tidak mengingat aktivitas sebelum menari. Yang Ia ingat hanya bertemu dengan seorang putri cantik dan menari mengelilingi taman bunga.

Budaya Zapin Api memang sulit di jumpai. Jumlah khalifah atau pemimpin pertunjukan juga hanya berjumlah dua orang. Itupun usianya sudah lanjut dan membutuhkan penerus agar budaya ini tetap eksis.

Peran Pemerintah Daerah tentu sangat dibutuhkan dalam upaya pelestarian warisan budaya ini. Selain mempertahankan yang masih ada, Pemkab Bengkalis juga diharapkan mengajak generasi muda untuk melastarikan Zapin Api ini.

Sebagai panduan bagi wisatawan yang ingin melihat pertujukan tari Zapin Api ini, lokasinya bisa ditempuh dari Pelabuhan Dumai sekitar tiga jam perjalanan. Pantai ini juga bisa diakses dari Kota Pekanbaru dengan naik kapal penumpang yang menyusuri Sungai Siak dan berhenti di Bengkalis. Kemudian dari Bengkalis, pengunjung bisa menyewa speed boat menuju Pulau Rupat Utara.

Selama di Rupat Utara pengunjung bisa beristirahat di wisma dan homestay atau rumah-rumah milik warga. Harga per kamar untuk homestay di sini terbilang murah, yakni mulai dari Rp50 ribu hingga Rp150 ribu.***