PEKANBARU - Pemeriksaan yang dilakukan aparat penegak hukum (APH) terhadap mantan Gubernur Riau Syansuar dan mantan Pj Wali Kota Pekanbaru Muflihun baru-baru ini, langsung mendapat sorotan dari banyak kalangan.

Seperti diketahui, kedua sosok tersebut adalah publik figur yang akrab dikenal masyarakat. Tak hanya itu, keduanya juga disebut-sebut sebagai kandidat kuat untuk bersaing di ajang Pemilihan Gubernur Riau dan Walikota Pekanbaru, yang akan dilaksanakan pada November 2024 ini.

Menyikapi fenomena itu, pengamat politik Universitas Islam Riau (UIR) Dr Ir H T Edy Sabli, MSi menilai, itu adalah hal yang lumrah dan wajar.

Menurutnya, apa yang menimpa kedua sosok tersebut adalah salah satu bentuk strategi kelompok sebelah, untuk menjegal atau menggagalkan calon yang berpotensi besar untuk maju dalam ajang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2024 ini.

''Karena saat ini adalah fasenya untuk mencari panggung baik itu dalam konteks positif maupun negatif, seperti yang menimpa mantan Gubernur Riau Syamsuar dan mantan PjWalikota Pekanbaru Muflihun. Dalam hal ini yang keduanya alami, adalah panggung negatif," ujar mantan Ketua KPU Riau dua periode ini, kepada GoRiau.com, Senin (1/7/2024).

Ditambahkannya, pada momen-momen seperti saat ini pula, akan ada pihak yang berupaya menggali 'dosa-dosa lama' para calon yang dinilai potensial untuk bersaing pada ajang Pilkada.

"Sebab, kalau sudah ditetapkan dan sah sebagai calon baik itu gubernur, walikota atau bupati oleh KPU, maka kasus-kasusnya harus ditangguhkan pemeriksaannya hingga selesai Pilkada," tambah Edy Sabli.

Untuk saat ini, para calon peserta Pilkada akan semakin aktif untuk mendapatkan Surat Keputusan (SK) dari partai politik sebagai calon yang diusung dalam Pilkada.

Namun biasanya, partai-partai politik cenderung akan menggantung keinginan dari para kandidat hingga hari H. Untuk saat ini, biasanya partai politik lebih cenderung memberikan surat rekomendasi kepada seorang calon peserta Pilkada, sambil memantau bagaimana perkembangan dan dinamika politik di lapangan.

Walau demikian itu, Edy Sabli juga menilai hal itu merupakan sesuatu yang wajar dan lumrah. Karena partai politik juga menunggu hasil survei terkait popularitas dari calon peserta Pilkada di mata masyarakat.

"Tapi tidak tertutup juga partai politik menunggu survei yang bersifat rahasia seperti kesiapan logistik para calon," ujar Edy lagi.

"Jadi kita berharap kepada masyarakat dapat menggunakan hak pilihnya sesuai dengan hati nurani dan memilih secara bijak. Ini untuk kepentingan daerah selama lima tahun ke depan," pungkas Edy Sabli. ***