INSTITUSI Kepolisian Republik Indonesia harus jujur mengakui dekadensi moral sebagian besar oknom anggotanya sudah semakin jauh merosot sehingga konsekuensinya sangat besar pula dampak pengaruhnya pada menurunnya degradesi Institusi Kepolisian sebagai Penegak hukum dan garda keamanan dan ketertiban negara.

Tentu saja dalam rubrik yang sangat terbatas ini, penulis tidak mungkin dapat membuat daftar otentik tentang tingkah polah ''kebejadan'', perbuatan tercela serta kriminalitas yang dilakukan oleh oknum-oknum kepolisian.

Kuantitas dan kualitas perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh para oknum itu sangat fantantis. Tentang kuantitas perbuatan para oknum anggota Polri, kita tidak usah menutup mata. Didalam realita kehidupan, rakyat selalu saja menjadi obyek penderita sebagai akibat ''overacting'' dan sifat ''kearogansian'' oknum penegak hukum itu.

Rakyat pasti mempunyai daftar catatan tingkah laku perbuatan kebejatan itu. Semuanya itu tergoreskan didalam hati nurani mereka, tanpa dapat berbuat apa-apa. Kita pun tidak perlu membantah ''kuantitas'' materi perbuatan yang dilakukan oleh para oknum anggotanya dalam menjalankan tugasnya sebagai abdi negera.

Bukan rahasia lagi rakyat sudah sangat tahu perbuatan-perbuatan oknum-oknum itu, dari tugas menyelesaikan pelanggaran lalu lintas, mabuk-mabukan, perkelahian di kafe, membeking para premanisme, penggunaan/pengedar narkoba, perbuatan pornografi. Tingkah polah yang tidak terpuji itu terjadi dari para perwira tinggi yang paham dengan hukum dan akibatnya yang sudah tergilas perbuat dengan perbuatan korupsi, menguras uang rakyat sampai pada tingkat yang paling bawah telah terinfeksi dengan perbuatan kriminal.

Tidak itu saja. rupanya oknum Polwannya yang menjadi kebanggakan kaum hawa negeri ini dengan gagah menjadi srikandi negara, ternyata tidak mau kalah ikut melakukan perbuatan tercela ''menjual diri'' dengan mempertontonkan ''aurat'' yang ini selama tersembunyi dan terselubung dibawah pakaian seragamnya yang anggun dan perkasa.

Kini telah dengan mudah dapat dilihat, terpampang menonjolkan lekuk-lekuk keindahannya tubuhnya, di alam maya. Lalu srikandi yang dibanggakan itu konotasinya tidak lebih sebagai pedagang ''semangka'' dan ''pepaya ranum'' yang dipromosikan untuk dijual.

Kualitas perbuatan para oknum aparat hukum penjaga ketertiban/keamanan negeri ini dalam konteks tugasnya sudah menjurus pada suatu titik nadir. Kondisi ini tidak mustahil mempercepat kehancuran nama instansi itu sendiri dan semakin dekat dengan kehancuran. Jangan lagi ditunda. Sekarang juga negeri ini terutama para pemimpin Polri dibawah Komando Kapolri yang baru, sudah waktunya membuat ''komitmen pembenahan'' dan skedul-skedul yang kongret dan terarah.

Pembenahan secara frontal sudah harus dilakukan. Terutama ''kemelut moral dan indisipliner'' yang sudah musnah dan sirna didada oknum-oknum itu. Tentu saja dengan menggandeng mereka yang masih berdedikasi tinggi kepada negera. Kapolri yang baru saja dilantik, harus berani menyingkirkan perwira-perwira tingginya/perwira menengah/bintara semua jajaran kepolisian yang sudah/akan menghembuskan aroma-aroma tengik yang tidak menyedapkan.

Seorang polisi yang ''berkualitas, bermoral dan berdedikansi tinggi terhadap korpnya'' mungkin lebih baik dari seribu oknom polisi yang bermental ''tahu'', berdisipslin ''kucing'', bermoral ''kunyuk'', bermata biru korupsi. Pembenahan secara total instansi ini bila tetap saja mempergunakan ''irama dangdut'' yang mengoyang-goyang bokong, lagu-lagu lama berirama melankolis maka yakinlah Institusi Penegak Hukum dan Keamanan ini akan menjadi penari lenong yang berpakaian ala wayang dan bertopeng, berlenggok-lenggok. Akhirinya mendapat tepuk tangan dari para penonton karena mempertunjukkan kelucuannya. Maka negeri inipun akan semakin jauh dari cita-cita konstitusi.

Pertanyaanya, kemana lagi rakyat akan mendapatkan perlindungan hukum. Kemana lagi ketertiban akan diperoleh oleh rakyat. Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dengan tegas menyebutkan: Tugas Kepolisian Negara Indonesia adalah 1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, 2. Menegakkan hukum, dan 3. Memberikan pelindungan, pengamanan, dan pelayananan kepada masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan itu sudah terlalu lama dikomandangkan oleh anak bangsa ini. Rakyat menantikan implementasi dari nafas undang-undang yang dibuat oleh rakyat negerinya sendiri, sebuah undang-undang yang melindungan hak setiap insan bisa hidup dengan tertip aman dan aman.

Namun jawaban apa yang diperoleh rakyat dari setumpuk pertanyaan itu, adalah kebejadan moral, keangkuhan, keserakahan menumpuk kekayaan tanpa nuluri sebagai manusia yang beradap.

Memang masih banyak oknum yang masih mempertahankan idealismenya sabagai abdi negara. Tapi bukankankah setetes racun tuba akan dapat mematikan ribuan ikan di sebuah telaga. Apabila setetes tuba ini tidak diantisipasi dengan menetralisernya dengan zat anti tuba, maka racun tuba lama-lama unsur racun tuba itu akan berkembang dan berkembang, walaupun kadar racunnya tinggal sedikit akan tetapi masih dapat merasuk kedalam tubuh ikan dan merusak organ tubuhnya, ikan semakin lunglai.

Analogi racun tuba seperti inilah telah lama merasuk ke tubuh institusi kepolisian. Tidak perlu dibantah lagi kenyataan itu. Dan selama itu pula pembenahannya tidak pernah sampai kepada titik harapan rakyat. Realita menunjukkan setiap penggantian pimpinan Institusi Kepolisian hanya bersifat temporer belaka. Bila terjadi skandal preman berkelahi, maka premanisme diberantas habis-habisan sesudah itu sepi tidak bergema lagi. Dan premanismepun tumbuh seperti butir kacang hijau disirami menjadikan toge. Perjudian disikat habis-habisan ketikan judi meraja lela, tapi akhirnya perjudian terjadi didepan hidung aparat.

Demikian pula dengan miras, narkoba, pernografi, alkohol dan sebagainya tidak lebih dari episode yang tertunda sementara dari tayangannya. Inilah sirkulisasi yang terjadi karena penumpasannya hangat-hangat tahi ayam. Seperti gelombang laut yang memasuki kuala sungai ketika air laut akan pasang dan tenang ditengah sungai.

Mungkin terlalu banyak harapan yang dituntut rakyat pada Pimpinan Kepolisian yang baru ini. Tapi dari begitu banyak tututan rakyat mungkin hanya beberapa yang amat penting dilakukan oleh Kapolri ini yaitu tegakkan disiplin yang tegas secara kontinuitas, singkirkan oknum yang moralnya kotor, kempeskan para oknum berperut gendut berindikasi korupsi diseluruh jajaran Kepolisian dari atas sampai kebawah. Singkirkan, dipensiunkan saja. Jangan terlalu perpegang pada asas presumption of innocence, jika telah ada indikasi beraroma tengik, ambil tindakan yang tegas. Itu saja. ***

Jakarta, November 2013

* Penulis adalah warga Riau yang bermastautin di Jakarta.