ADA yang berubah dan istimewa kata UAH (Ustadz Adi Hidayat). Tatkala 5 tahun berselang, ia kembali menyambangi Masjid Raya An-Nur Pekanbaru. UAH menuturkan singkat saat itu adalah kali kedua dirinya di Masjid An-Nur bersempena dengan Peringatan 1 Muharram 1445 H, setelah pertama kali berdakwah di Masjid kebanggaan masyarakat Riau tersebut pada 1440 H silam.

Menariknya, perubahan yang ia singgung adalah Payung elektirik yang tersusun megah di halaman Masjid, dan seterusnya ia kembangkan menjadi tema dakwahnya. UAH menganalogikan payung secara fisik adalah penaung yang bersifat duniawi, dan secara transedensil adalah penaung ketika seorang hamba menunggu kesaksian amalnya di Yaumil Hisab kelak. UAH merujuk analoginya dari hadits Rasulullah. SAW yang bersumber dari kitab hadits shahih dua ulama terkemuka, Imam Al Bukhari dan Imam Muslim yang secara langsung bersanad dengan Abu Hurairah, seorang sahabat yang muallaf tiga tahun sebelum Rasul wafat.

Saripati hadits yang dikemukakan UAH tersebut adalah tentang 7 golongan manusia yang akan memperoleh syafaat ketika manusia melewati fase setelah kiamat. Dalam berbagai literatur maupun dalam materi dakwah, hadits ini selalu di kutip untuk merelevansikan ilmu pengetahuan keislaman tentang tema-tema kepemimpinan. Syahdan, diantara ketujuh golongan yang dimuat dalam hadits tersebut adalah Pemimpin yang adil.

Tulisan ini bukanlah sebuah resensi atas hadits tersebut, namun ingin meneroka hikmah dari fakta yang tidak UAH sampaikan secara frontal. Demikianlah UAH, seorang pendakwah yang akademis, merunut materinya dalam tata bahasa yang sederhana, subtantif, kontekstual serta terampil bersemiotik. Sehingga penulis bersyak wasangka, bahwa analoginya tentang Payung adalah pilihan materi terbaiknya untuk merefleksi informasi viral yang ia ketahui tentang polemik proyek Payung Elektrik Masjid An-Nur.

Konon, Pada 25 Maret 2023 dua payung elektrik di halaman Masjid Agung An-Nur Pekanbaru, rusak akibat diterpa angin kencang dan hujan es. Sebesar 42 miliar rupiah APBD Provinsi Riau dikucurkan untuk pembangunan 6 payung elektrik tersebut. Proyek fenomenal itu dibawah kendali bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Perumahan Kawasan Pemukiman Pertanahan (PUPR-PKPP) Provinsi Riau, dan PT. Bersinar Jesstive Mandiri terpilih sebagai perusahaan pelaksananya. Pembangunan tersebut sebenarnya ditargetkan sudah bisa digunakan minggu kedua Ramadhan 2023, Namun baru difungsikan saat peringatan 1 Muharram 1445 H.

Berdasarkan pernyataan pihak terkait, pengerjaannya sudah rampung hingga 90 persen. Namun akibat kerusakan tersebut, pekerjaan berhenti total hingga pada 8 April 2023 terjadi pemutusan kontrak terhadap perusahaan pelaksananya. Sekretaris Daerah Provinsi Riau, SF. Hariyanto sempat merespon keras dan mengaku telah mengantongi data-data kejanggalan yang terjadi. Namun, polemik tersebut mampu melewati dinamika birokrasinya hingga publik masih menunggu kebenaran normatif dan kebenaran hakikinya ?!, Tentu dari hasil pemeriksaan resmi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Riau dan penegakan hukumnya secara adil, Nanti.

Bagaimana polemik itu panas dalam perbincangan publik dan penting untuk penulis narasikan ?, Selain karena anggarannya yang fantastis, objeknya adalah simbol moral beragama. Disamping masyarakat masih sangat membutuhkan suatu tatanan kehidupan yang dipayungi oleh sistem serta budaya pemerintahan yang beradab dan humanis. Maka, kecerdasan UAH ketika merefleksikan tema “Payung” dalam dakwahnya, menurut penulis adalah energi untuk memantik kesadaran bagi semua pihak agar meletakkan keadilan sebagai tonggak hidup berjamaah. Sisi pentingnya bahwa eksistensi kehidupan bernegara, khususnya di bumi lancang kuning adalah tentang check and balances antara masyarakat dan pemimpinnya tanpa meluputkan nilai-nilai ilahiah. Dalam arti lain bahwa kualitas pemimpin dan yang dipimpin tercermin dari keadilan yang dihadirkan melalui peran serta semua golongan secara proporsional. ***

 * Zunnur Roin  adalah tokoh Pemuda Riau ; Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam Periode 2020-2022 ; Pegiat Isu Politik dan Ekologi