JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan vaksin Measles dan Rubella (MR) belum bersertifikat halal. Karena itu, MUI berencana melakukan pertemuan dengan Kemenkes membahas masalah tersebut.

''Ya, Kemenkes nanti bertemu dengan MUI, besok kita membicarakan,'' kata Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (1/8/2018).

Ma'ruf mengatakan, bahwa makanan, obat-obatan hingga imunisasi harus mendapat sertifikat halal dari MUI. Termasuk untuk vaksin MR.

Menurut Ma'ruf, apabila vaksin tersebut dipandang tidak halal tetapi sangat diperlukan maka akan dipikirkan cara lainnya.

''Insya Allah tidak ada masalah-masalah krusial, MUI akan memberikan jalan keluarnya,'' terang Ma'ruf.

Dikutip dari detik.com, sebelumnya Presiden Jokowi menyatakan imunisasi MR mubah atau boleh dilakukan agar anak-anak bisa terhindar dari campak dan rubella.

Sementara Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Ni'am Sholeh menyebut pihaknya belum menerima ajuan sertifikasi halal untuk vaksin itu.

''Setahu saya belum ada ajuan untuk kepentingan sertifikasi halal,'' kata Asrorun saat ditemui di gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (1/8/2017).

Asrorun menambahkan belum mengetahui vaksin yang digunakan untuk imunisasi MR itu. ''Iya. Kita belum tahu, vaksinnya vaksin apa juga belum tahu,'' sambungnya.

Namun Asrorun mengatakan penggunaan vaksin yang belum terverifikasi halal tidak diperbolehkan. Kendati demikian, menurut Asrorun, ada beberapa kondisi yang membuat vaksin yang belum terverifikasi halal itu bisa digunakan.

''Pertama, belum ada vaksin halal sejenis yang ada dan tersedia. Kedua, ada situasi kondisi yang darurat atau hajat yang jika tidak divaksin akan menyebabkan kematian atau cacat tetap. Ketiga, ada opini dari ahli yang memiliki kompetensi dan kredibilitas yang menyatakan itu dan tidak ada alternatif pengobatan yang lain,'' Asrorun menjelaskan.

Lebih lanjut Asrorun menjelaskan persoalan halal atau haram adalah soal agama. Ia menambahkan yang menentukan haram atau halal atas sesuatu adalah otoritas agama.

''Masalah halal-haram, itu terminologi agama. Bukan terminologi sosial, bukan terminologi politik, bukan terminologi kesehatan. Artinya, menentukan ini halal atau haram memang balik pada otoritas keagamaan,'' katanya.

Namun, khusus soal imunisasi, Asrorun menyatakan ada fatwa yang dikeluarkan MUI. Fatwa tersebut adalah fatwa Nomor 4 Tahun 2016 soal imunisasi yang menyatakan imunisasi diperbolehkan asal menggunakan vaksin yang halal dan suci.

''Tetapi soal imunisasi, MUI mengeluarkan fatwa Nomor 4 Tahun 2016 tentang Imunisasi, yang salah satunya menegaskan bahwa imunisasi pada dasarnya dibolehkan untuk kepentingan menjaga kesehatan, baik individu maupun kesehatan masyarakat. Akan tetapi imunisasi yang tadi dibolehkan itu wajib menggunakan vaksin yang halal dan suci,'' terang Asrorun.

Sebelumnya diberitakan, terdapat delapan sekolah di Yogyakarta yang menolak siswanya diberi imunisasi rubella karena dikhawatirkan bahan yang digunakan haram. Namun Presiden Jokowi menyatakan MUI telah menyampaikan fatwa yang memperbolehkan imunisasi itu.

''Fatwa MUI sudah disampaikan bahwa ini mubah. Artinya, imunisasi ini manfaatnya jauh lebih banyak daripada mudaratnya,'' kata Jokowi di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sementara itu, Menteri Kesehatan Nila Moeloek menyebut pihaknya akan melakukan pendekatan terhadap delapan sekolah itu. Menurutnya, penolakan itu terjadi karena kurangnya komunikasi.

''Tadi sudah dijelaskan Kepala Dinas Kesehatan, Kemenag, dan Gubernur. Saya kira (sempat) kurang komunikasi dan menjelaskannya kurang detail tentang ini,'' kata Nila di Sleman.***