JAKARTA, GORIAU.COM - Rabu (12/8) siang, Presiden Joko Widodo mengambil sumpah jabatan enam orang pejabat negara. Diantaranya lima menteri dan satu sekretaris kabinet. Tiga dari empat menteri koordinator dirombak yakni Menko Bidang Perekonomian, Menko Bidang Polhukam dan Menko Bidang Kemaritiman.

Wajah-wajah mereka tidak asing lagi. Seperti Darmin Nasution yang didaulat menjadi Menko Bidang Perekonomian dan Luhut Panjaitan yang dipercaya presiden menjadi Menko Bidang Polhukam. Satu nama lagi cukup menyita perhatian. Dia adalah mantan Menko Bidang Perekonomian era Presiden Gus Dur, Rizal Ramli. Dia diangkat menggantikan Indroyono Soesilo sebagai Menko Bidang Kemaritiman. Sebelum menjadi menteri di kabinet kerja Jokowi-JK, Rizal Ramli tercatat sebagai Komisaris Utama Bank Negara Indonesia (BNI).

Hari ini, Kamis (13/8), Rizal Ramli secara resmi mulai menjalankan tugasnya sebagai Menko Bidang Kemaritiman. Serah terima jabatan dari Indroyono ke Rizal Ramli rencananya digelar pagi ini.

Penunjukan Rizal Ramli masuk dalam kabinet kerja Jokowi-JK cukup menarik. Apalagi jika sedikit menengok ke belakang, Rizal Ramli termasuk orang yang konsisten menyerang dan mengkritik pemerintahan Jokowi-JK. Kritikannya pun pedas membuat kuping penguasa panas.

Merdeka.com mencatat konsistensi dan pedasnya kritik Rizal Ramli pada Jokowi, sebelum jadi menteri.

1. Jokowi bisanya naikin harga

Mantan Menteri Koordinator Perekonomian era pemerintahan Gus Dur, Rizal Ramli mengkritik keras langkah Presiden Joko Widodo yang akan menerbitkan peraturan presiden terkait kenaikan tunjangan uang muka pembeliaan kendaraan untuk pejabat negara.

Dia menilai kebijakan ini tidak tepat. Sebab dilakukan di tengah kenaikan harga berbagai bahan pokok yang membuat rakyat sengsara.

"Pemerintah Jokowi bisanya naikin harga, lalu uangnya untuk pejabat," kritik Rizal saat diskusi di Jakarta, Senin (5/4).

2. Penasihat ekonomi Jokowi neolib

Rizal Ramli menyatakan kartu-kartu sakti Presiden Joko Widodo ( Jokowi) tak akan mampu mensejahterakan rakyat. Bahkan, dia menilai kartu itu tak jauh beda dengan BLT di era Susilo Bambang Yudhoyono.

"Dulu ada BLT dan balsem, sudah diuji coba semua. Kartu sakti Jokowi ini hanya panadol (obat sakit kepala)," kata Rizal Ramli saat menyambangi pimpinan DPR di kompleks parlemen Senayan Jakarta, Selasa (17/11).

Menurutnya, kenaikan BBM akibat pengaruh para menteri Jokowi yang berpaham neoliberal. Pengambil kebijakan di bidang ekonomi di era Jokowi tak jauh berbeda dengan pemerintahan SBY.

"Jokowi lebih suka mendengar penasihat ekonomnya yang neolib. Ini apa gunanya ganti pemerintahan, apa gunanya ganti SBY," terang dia.

3. Kualitas menteri Jokowi KW3

Rizal Ramli mengkritik kualitas menteri kabinet Jokowi yang menurutnya diisi oleh orang-orang yang 'abal-abal' dan tidak berkualitas dalam memerintah kementeriannya.

Dirinya juga mengkritik mengenai polemik KPK-Polri yang makin panas akhir-akhir ini, ditambah dengan kelakukan Menko Polhukam yang menurutnya memiliki kapasitas sebagai penengah, namun nyatanya sama sekali tidak bermanfaat untuk berada di dalam pemerintahan hari ini.

"Kalau menterinya hanya bisa naikin harga, Indonesia makin enggak kompetitif. Padahal kalau cost diturunkan, rakyat senang dan tidak merugikan golongan menengah ke bawah. Kabinet Jokowi memang ada yang bagus seperti Jonan, Susi, tapi menteri yang lainnya itu kualitasnya KW3," cetus Rizal.

4. Kebijakan Jokowi tak berpihak kelas bawah

Ekonom senior Rizal Ramli mengatakan, sensasi Jokowi sebagai kepala negara sepertinya sudah sangat surut akhir-akhir ini. Hal itu dikarenakan sejumlah kebijakan ekonominya yang sangat tidak populer dan berdampak buruk pada masyarakat menengah ke bawah.

"Kami biasa melakukan forecasting (ramalan) dalam politik dan ekonomi. Maka begitu Jokowi naik, saya prediksikan bahwa (popularitas) Jokowi baru akan merosot pada satu tahun ke depan. Tapi ternyata, baru 3 bulan kok sudah enggak populer," kata Rizal dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta, Rabu (4/2).

"Hal itu dikarenakan kebijakan Jokowi dalam hal ekonomi dalam 3 bulan ini jelas menggerogoti kesejahteraan golongan menengah ke bawah. Sehingga ada pertanyaan, apa yang dimaksud perubahan yang dibawa Jokowi ini. Saya melihat ada upaya pembelokan dalam hal ini," katanya menambahkan.

5. Jokowi liberal

Ekonom senior Rizal Ramli mengatakan, pola pikir Jokowi dalam bidang ekonomi menampakkan wajah seorang penganut ideologi ekonomi liberal.

Hal itu diutarakannya dengan melihat bahwa kecenderungan pemerintahan dan kebijakan ekonomi Jokowi saat ini, sangat terlihat jelas dengan menyerahkan semua sektor perekonomian kepada mekanisme pasar.

"Jokowi ini memang liberal karena yang jadi patokannya itu hanya tentang harga. Ukuran liberal yang bagus kan memang hanya tentang uang. Padahal konstitusi kita itu adalah saling bantu antara pemerintah dan masyarakat, dan bukan hanya diserahkan pada mekanisme pasar," kata Rizal dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta, Rabu (4/2).

Pernah Dipenjara

Rizal Ramli lahir di Padang, Sumatera Barat, 10 Desember 1954. Pada 1978, Rizal menjadi mahasiswa jurusan Teknik Fisika ITB. Ia pernah dipenjara lantaran kritikan tajamnya kepada penguasa Orde Baru.

 Rizal mendapatkan gelar doktor ekonominya dari Boston University pada tahun 1990. Kritikannya tak pernah pudar. Saat bersama sejumlah rekan di Econit Advisory Group, Rizal sering mengkritisi kebijakan ekonomi pemerintahan Orde Baru.

 Penggemar musik klasik ini pernah menjadi Kepala Bulog. Meski hanya 15 bulan, terobosannya mampu mendongkrak nilai perekonomian Bulog hanya dalam kurun waktu enam bulan. Bulog pun menjadi lebih transparan dan accountable.

 Ia juga menjadi penasihat ekonomi PBB bersama ekonom lain seperti Amarya Sen, Sir James Mirrlees Alexander, dan Rajendra K Pachuri.

Dosen Program Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini juga pernah menjabat Presiden Komisaris PT Semen Gresik Tbk (2006-2008), Menteri Keuangan Republik Indonesia (2001) dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, (2000-2001).***