PEKANBARU, GORIAU.COM - Operasi hujan buatan untuk mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan di Riau telah berlangsung 25 hari sejak digelar 2 Maret 2015 lalu. Operasi akan dilaksanakan selama 60 hari kerja. Total sudah 40,8 ton garam (NaCl) ditaburkan ke awan dengan pesawat Casa 212.

Hampir setiap hari turun hujan untuk memadamkan titik api dan membasahi lahan gambut agar tidak mudah terbakar. Hujan buatan ini dilakukan oleh BPPT dan BNPB atas permintaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

Kepala BNPB, Syamsul Maarif, menyatakan bahwa BNPB akan terus mendampingi Kementerian LHK dan Pemda Riau selaku penanggung jawab dalam mengantisipasi bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan. "Pendampingan meliputi teknis, logistik, peralatan, pendanaan, pengerahan personil, administrasi dan manajerial," katanya.

Berdasarkan pantauan satelit Terra Aqua, hotspot pada Jumat (27/3/2015), tercatat 23 titik di Riau yaitu di Bengkalis (20), Meranti (1), Dumai (1) dan Siak (1). Data hotspot selama tahun 2015 ini jauh lebih rendah dibandingkan pada tahun 2014.

Pantauan satelit NOAA-18 di Riau pada tahun 2014, jumlah hotspot pada Januari 2014 ada 50 titik, Februari ada 1.272 dan Maret 784 titik. Pada tahun 2015, hotspot Januari ada 122 titik, Februari 176, dan Maret 165 titik. Faktanya hingga Maret 2015 tidak ada bencana asap yang meluas dan masif.

"Antisipasi harus terus ditingkatkan. Pola hotspot di Riau dominan terjadi pada Februari-April dengaan rata-rata jumlah hotspot kurang dari 200 titik per bulan. Selanjutnya bulan basah selama April-Juni, yang kemudian cuaca lebih kering selama Juni-Oktober dan jumlah hotspot meningkat sekitar sekitar 600 titik per bulan," sambungnya.

Pada Juni-Oktober inilah yang rawan terjadi bencana asap. Apalagi 99,9 persen penyebab kebakaran hutan dan lahan adalah disengaja, baik untuk land clearing perkebunan, pertanian maupun ilegal logging yang dilakukan dengan membakar.***