YERUSALEM - Pasukan penjajah Israel menghalangi umat Islam memasuki Masjid Al Aqsa di Yerusalem Timur, sehingga hanya sekitar 40.000 Muslim yang berhasil masuk dan menunaikan Shalat Idul Adha 1445 Hijriah di Masjid tersebut pada Ahad (16/6/2024).

Diliput dari Tempo.co yang melansir Anadolu, Departemen Wakaf Islam di Yerusalem dalam sebuah pernyataan membenarkan bahwa hanya sekitar 40.000 jamaah melaksanakan Shalat Idul Adha karena penutupan ketat oleh pasukan Israel untuk mencegah umat Islam masuk.

Kantor berita Palestina, WAFA, melaporkan bahwa "pasukan penjajah (Israel) menyerang jamaah pada Ahad pagi dalam perjalanan menuju Masjid Al Aqsa dan ketika mereka meninggalkannya dan mencegah puluhan orang masuk untuk melaksanakan salat Idul Adha."

"Pada dini hari, pasukan penjajah memasuki halaman Masjid Al Aqsa, memeriksa identitas para jamaah, menghalangi pergerakan mereka, dan mencegah banyak pemuda untuk masuk dan memaksa mereka untuk shalat di luar pintu masjid," tambahnya.

Sementara itu, ribuan warga Palestina melaksanakan Shalat Idul Adha di Masjid Ibrahimi di Hebron, Tepi Barat yang diduduki, meskipun ada pembatasan keamanan yang diberlakukan oleh tentara Israel terhadap masuknya jamaah.

Kepala Departemen Wakaf Hebron, Ghassan Al-Rajabi, mengatakan kepada Anadolu bahwa "langkah-langkah yang diambil oleh penjajah pada Idul Adha bertujuan untuk mencegah akses warga Palestina ke tempat-tempat suci, terutama Masjid Ibrahimi."

"Terlepas dari semua tindakan ini, antara 8.000 hingga 10.000 warga Palestina menunaikan salat Idul Adha di masjid tersebut," tambahnya.

Jamaah harus melewati pos pemeriksaan militer dan kemudian gerbang elektronik untuk memasuki Masjid Ibrahimi dan salat di sana, demikian koresponden Anadolu.

Hari raya Idul Adha, atau Hari Raya Kurban, adalah hari raya umat Muslim untuk memperingati kesediaan Nabi Ibrahim untuk mengorbankan putranya atas perintah Tuhan.

Hari raya Idul Adha tahun ini terjadi di tengah-tengah berlanjutnya serangan brutal Israel ke Jalur Gaza sejak serangan 7 Oktober oleh Hamas, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata.

Hampir 37.300 warga Palestina telah terbunuh di Gaza, sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 85.000 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.

Lebih dari delapan bulan setelah perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza menjadi reruntuhan di tengah-tengah blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan yang melumpuhkan.

Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ), yang dalam keputusan terbarunya telah memerintahkan Tel Aviv untuk segera menghentikan operasinya di kota selatan Rafah, di mana lebih dari satu juta orang Palestina telah mencari perlindungan dari perang sebelum diserbu pada 6 Mei.***