SUDAH cukup lama kita rasakan dan kita lihat, sepertinya ukhuwah Islamiyah sudah tergerus. Indikasi berikut ini sudah cukup sebagai bukti, antara lain:

1. Sesama muslim sudah banyak tidak bertegus sapa, gara-gara tidak sealiran atau berbeda pilihan(pilpres).

2. Sering didengar kalimat beracun seperti ; mereka bukan kita.

3. Senada dengan nomor 2 diatas, tanpa rasa malu, alergi berbaur dengan masyarakat yang tidak sealiran. Dengan mengelompok sesamanya sekaligus bersikap seolah-olah kelompoknyalah yang benar.

4. Sebuah fakta yang mengagetkan: sepengetahuan saya sudah dua masjid yang mempunyai pengurus ganda yang tidak sepaham. Wirid masing-masing, aktifitas masing-masing (tidak saya sebut nama masjidnya).

Pertanyaannya, kenapa bisa terjadi?Jawabannya tentu variatif, namun secara umum adalah: rendahnya kualitas sumber daya umat terutama di bidang ilmu pengetahuan sekaligus rendahnya minat baca (minus literatur). Muaranya adalah lemahnya pemahaman terhadap ajaran islam. Islam hanya dipahami secara tekstual, belum secara kontekstual.

Apalagi umat cukup mendengar ceramah-ceramah saja, akibatnya suburlah fanatik-fanatik golongan sekaligus fanatik ustaz. Islam dipahami seolah-olah hanya Hablumminallah, sedangkan Hablumminannas diabaikan.

Islam dianggap hanya ritual-ritual belaka, sedangkan substansinya jarang disinggung. Tujuan islam masih rancu dipahami. Islam baru sebatas diketahui melalui wirid-wirid dan ceramah-ceramah tapi lemah pengamalan.

Ajaran islam belum berdampak terhadap prilaku keseharian umat. Rukun Islam, Rukun Iman dan syariat-syariat lain sekali lagi belum berdampak. Berislam baru sebatas formalitas dan rutinitas.

Padahal ajaran islam itu sungguh luar biasa sempurnanya sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Itulah sebabnya kita mudah menjadi objek kepentingan-kepentingan, mudah diadu domba, mudah dipengaruhi tanpa adanya analisis.

Akhirnya kita bercerai berai, tidak kompak, padahal menurut ajaran islam (QS. Ali Imran : 103) ''Janganlah kalian bercerai berai''.

Kita harus sadar, islam harus jaya, islam harus tegak dan kokoh serta berwibawa, perlu kekuatan, dimana kunci kekuatan itu adalah persatuan dan kesatuan. Kita tidak boleh terjebak oleh perbedaan dan keberagaman.

Perbedaan dan keberagaman itu adalah sunnatullah. Biarlah kita berbeda (agama, suku, aliran, pilihan) kita tetap bersatu. Bersatu dalam perbedaan dan berbeda dalam persatuan.

Terakhir, sebagai seorang muslim apalagi mukmin, mari kita amalkan sepotong ayat pendek berikut ini:

''Innamal mukminun ukhwatun''. Artinya: Sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara.

Oleh sebab itu, tidak ada alasan untuk tidak diamalkan. Insya Allah ukhuwah Islamiyah akan lebih terjaga dan akan lebih mantap. Wallahu’alam.***

Drs H Iqbal Ali, MM adalah dosen & mubalig.