KITA tahu partai yang lolos ke parlemen (DPR) ada 9 partai, 4 diantaranya partai Islam atau berbasis umat Islam. Partai tersebut yaitu PKS, PPP, PKB dan PAN. Kita tahu pula bahwa elit partai Islam pertama tersandung pidana, yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dimana Ketum-nya tersandung.

Setelah itu diikuti Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga Ketum-nya. Menyusul berikutnya elit Partai Amanat Nasional (PAN), wakil ketua DPR yang kena. PPP belum puas, tersandung lagi dimana Ketum-nya lagi terpidana. Terakhir Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tak mau kalah, elit PKB yaitu menteri yang terlibat.

Kita tahu dan yakin lagi bahwa mereka adalah tokoh-tokoh Islam yang taat beragama, sering umrah dan naik haji. Tapi apa hendak dikata, bak pepatah: ''Maksud hati memeluk gunung, apa daya gunung meletus''. Inilah yang disebut paradoksi di negeri kita.

Di satu sisi kita bersyukur karena kecenderungan dakwah semakin bergarah. Umat Islam menununaikan haji semakin meningkat. Peringatan hari-hari besar Islam selalu menggeliat. Kita bersyukur semakin banyak berpakaian gamis, walaupun meniru-niru. Berjilbab walaupun masih banyak yang jilboob.

Dengan kondisi ini, logika dan akal sehat akan mengatakan bahwa ajaran islam sepertinya sudah diamalkan dengan baik. Namun kita risau pula karena yang terjadi justru sebaliknya.

Kita risau karena masih banyak rambu-rambu agama dilabrak. Kita risau kebencian, fitnah, bohong selalu viral dimedia dan masyarakat. Pertanyaan sekarang adalah; Kenapa bisa terjadi?

Jawabannya tentu bervariasi dan menurut saya; Pertama, karena ajaran islam belum dijadikan kebutuhan pokok dalam keseharian, belum menjadi tuntunan. Ajaran Islam baru sekedar diketahui, dikaji, diceramahkan, belum diamalkan. Masih banyak sebagai pengamat belum pengamal Islam.

Kedua, tujuan beragama (semua agama) belum tuntas dan tegas dipahami oleh umat Islam termasuk elit-elit partai. Padahal agama apapun apalagi Islam jelas tujuan ajarannya yaitu; Menjadikan umatnya manusia-manusia baik.

Oleh Islam, mencapainya melalui tauhid yang mantap dan akhlakul karimah atau hubungan baik dengan Allah dan hubungan baik sesama manusia melalui pengabdian yang utuh terhadap Allah.

Ketiga, karena kalah tarik menarik dengan setan dan nafsu sehngga jadi manusia-manusia rakus dan tamak.

Ketiga penyebab ini membuat seseorang beragama hanya formalitas sekaligus beribadah hanya rutinitas, sulit mendapatkan substansi ajaran tersebut.

Oleh sebab itu semua kita terutama elit-elit politik dan pemimpin-pemimpin umat agar ajaran islam itu wajib jadi tuntunan keseharian kita. Sering-sering merenung, perbaharui niat, jika sadar langsung tobat dan selanjutnya jangan bosan jadi orang baik.

Jika kita tidak berusaha berubah, diyakini semakin banyak umat tersandung pidana tidak hanya elit partai tapi meluas ke masyarakat banyak, artinya pengaruh setan di negeri kita sudah mendekati sempurna. Na’uzubillah.***

Drs H Iqbal Ali, MM adalah Ketua Dewan Pembina IKMR Riau dan Ketua STISIP Persada Bunda 2008-2016.