PERADABAN adalah salah satu persoaan penting setiap bangsa, termasuk Indonesia. Ironinya bangsa yang mengklaim diri sebagai berbudaya luhur warisan nenek moyang ini tengah menderita sakit parah peradaban.

Budi pekerti hilang tak tentu rimbanya dan sebagai gantinya adalah segala bentuk kecurangan, penipuan, kebencian, bohong dan intoleran.

Berbicara etika pada dasarnya berbicara tentang; Kepatutan dan Kepantasan. Orang beretika berarti orang yang mengerti sekaliguas berperilaku pantas dan patut.

Etka merpakan keluarga besar akhlak yaitu perilaku yang lahir secara spontan (baik atau buruk) dengan sumber dari kejiwaan.Sedangkan Politik, berbicara dalam ranah Kekuasaan, bagaimana mendapatkannya sekaligus mempertahankan dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara

Sebagai ilmu tentu berlaku universal, berupa teori dan rujukan. Oleh sebab itu Ilmu poltik pasti baik dan bermanfaat. Lain halnya sebagai Politik Praktis yaitu; aksi perilaku atau cara mendapatkan kekuasaan yang dimainkan oleh pelaku politik (eksekutif, legislatif dan yudikatif).

Dunia politik praktis, menarik untuk dikaji, menarik untuk dibahas dan tak habis-habisnya, tak pernah kering. Ada adagium; Siapa punya kekuasaan, semuanya akan mudah. Makanya orang begitu bernafsu orang untuk mendapatkan kekuasaan, maka tak heran muncul prilaku prilaku yang tak pantas dan tak patut, malah sudah keterlaluan. Menghalalkan segala cara, penuh muatan kebencian, fitnah, bohong, kekerasan dan tekanan tekanan (show of force).

Kondisi ini jelas menimbulkan keresahan, kegaduhan, konflik horizontal dan ketidak nyamanan. Padahal tujuan berpolitik adalah menciptakan; kesejahteraan dan keadaban publik.

Disinilah perlunya etika politik sekaligus Pendidikan politik sehingga perpolitikan berlangsung secara santun dan beradab.

Maksud baik jika dilakukan dengan cara tidak baik, jelas hasilnya tidak baik. Jika etika politik dikesampingkan, akan muncul politisi politisi ''ikan lele'' yaitu senang di air keruh. Akan muncul preman, penganggur berdasi dan orang kaya bodoh.

Para politisi pada umumnya pintar bersilat lidah, perang pernyataan, susahmengakui kesalahan dan mereka punya kalimat kalimat sebagai tameng jika diserang. Inilah kalimat klise para politisi: politik itu cair, politik itu dinamis, politik itu wadah kompromi, politik itu perang kata kata, politik itu tak mengenal kepastian, lumbung kemungkinan.

Politik itu penuh kejutan, tak berada di ruang salah dan benar tapi lemah dan kuat. Politik tidak bermain hitam putih dan arena tarik menarik.

Pertanyaannya sekarang, betulkah etika dalam perpolitikan kita sudah “almarhum”? Jawabannya May be yes dan may be no, tergantung sudut pandang dan siapa yang menjawab. Mudaha2an dengan jujur jawabannya dan bisa dipertanggungjawabkan.

Mari kita lihat kembali tujuan berpolitik, yaitu untuk kesejahteraan dan keadaban publik. Kita tengok disemua media baik cetak maupun elektronik, tak ada hari tanpa berita kemungkaran, terutama di tahun politik ini penuh berita bermuatan kebencian, fitnah, bohong, provokasi dan intoleran.

Sangat jauh dari etika, kadang-kadang apa yang diinginkan tak bersua. Maksud hati ingin memeluk gunung, apa daya gunung meletus. Jauh panggang dari api, apalagi dengan keadaban publik.

Adakah kepantasan dan kepatutan dalam berpolitik di tahun politik sekarang ini? Padahal pelaku-pelaku politik itu tokoh-tokoh agama, malah mengaku tokoh partai islam, tapi perilakunya senang melabrak rambu-rambu agamanya sendiri. Tanpa risih apalagi malu, bicara seenaknya, yang penting bicara bermutu tak bermutu soal lain. Lagi-lagi tanpa rasa malu, padahal malu itu bagian dari iman.

Pertanyaan datang lagi; sudah begitu parahkah rusaknya keadaban publik dinegeri kita? Silakan dijawab pula dengan jujur, pakai akal sehat, hati nurani tanpa muatan-muatan kepentingan.

Kita ingin semua berlaku jujur terhadap dunia politik kita tanpa menggiring jawaban-jawaban dari pertanyaan yang diajukan. Ada keinginan ada kenyataan, mari kita analisis masing –masing kenyataan yang ada sekarang. Semoga analisis kita ada manfaatnya, setidak tidaknya menjadi bahan renungan. Wallahu a’lam.***

Drs H Iqbal Ali, MM merupakan Ketua STISIP Persada Bunda 2008-2016.