JAKARTA, GORIAU.COM - Presiden Joko Widodo ingin tahu cara pemerintah Malaysia memadamkan kebakaran lahan dan hutan yang jadi biang keladi munculnya kabut asap di Indonesia. Presiden, sebagaimana dituturkan Menko Bidang Kemaritiman Rizal Ramli, ingin RI melakukan 'studi banding' mengenai pola pemadaman kebakaran yang efektif.

Lalu seperti apa pola pemadaman 'pompanisasi' yang digunakan pemerintah Malaysia? Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru, Kalsel, Purwanto Budi Santosa menuturkan pengalamannya saat berkunjung ke Hutan Simpan (hutan konservasi) Raja Musa, Selangor Malaysia pada Desember 2014 lalu.

"Di sana areal gambut juga mengalami masalah kebakaran, namun saat ini dilakukan pencegahan dengan pompanisasi air ke dalam gambut," kata Purwanto kepada detikcom, Senin (12/10/2015).

Pompanisasi menurutnya efektif dilakukan untuk mengalirkan air yang keluar dari gambut dan mengembalikannya ke areal gambut dan membasahi gambut.

Menurutnya, hal ini dilakukan jika indikator tinggi muka air sudah turun sekitar 1 meter maka segera dilakukan pompanisasi. Pipa yang digunakan berdiameter 22,5 cm.

"Pipa-pipa diarahkan pada lokasi-lokasi rawan terjadi kebakaran, sehingga kondisi gambut selalu basah. Jika gambut basah, resiko kebakaran akan sangat kecil," sambungnya.

Pompanisasi air sambung Purwanto, yang dilakukan terus menerus akan meningkatkan tinggi muka air sesuai dengan fungsi gambut untuk menyimpan air. Hanya beberapa petugas saja untuk mengoperasionalkan dan mengawasi kegiatan ini.

Lantas bagaimana aplikasinya di Indonesia? Purwanto menyebut rewetting (pembasahan  ulang) dengan pipanisasi akan lebih baik dibanding dengan penutupan kanal.

"Air akan mengalir dari posisi tinggi ke rendah, seperti kasus di desa Tumbang Nusa Kalimantan Tengah misalnya. Elevasi gambut dari tepi sungai Kahayan ke tepi Jalan Raya Trans Kalimantan atau di Jembatan Tumbang Nusa berbeda, evelasi cenderung naik. Pembuatan kanal justru bisa menguras air dari gambut ke Sungai Kahayan," ujar Purwanto memberi contoh.

Tinggi muka air di lahan gambut menurutnya berfluktuasi. Bila dibuat kanal maka bisa saja terjadi kanal akan kering pada musim kemarau karena fluktuasi tinggi muka air.

"Oleh sebab itu, untuk rewetting akan lebih efektif dengan pompanisasi air dari  Sungai Kahayan ke areal lahan gambut di desa Tumbang Nusa, utamanya di daerah daerah rawan dan sering terjadi kebakaran, antara lain di sekitar jembatan tumbang nusa, di areal-areal terbuka bervegetasi pakis-pakis, lahan-lahan tidur yang tidak produktif," tutur Purwanto.

Ingin Contoh Malaysia

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli, menyebut Presiden Joko Widodo mengapresiasi bantuan tambahan yang dijanjikan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, dalam mengatasi kebakaran hutan dan lahan. Presiden Jokowi juga menginginkan 'studi banding' pola pemadaman kebakaran yang dilakukan Malaysia.

"(Terkait) asap tentu pemerintah Indonesia, Pak Jokowi mengucapkan terima kasih. Pemerintah Malaysia ambil inisiatif kirim pesawat dan lain-lain. Yang kedua, juga disepakati kita harus saling belajar dalam penanganan asap," kata Rizal Ramli di Istana Bogor, Minggu (11/10/2015).

Rizal mengatakan pola penanganan kebakaran Indonesia berbeda dengan Malaysia. Jokowi memang sudah pernah meminta agar wilayah lahan gambut dipasangi sekat kanal untuk mencegah rembetan api.

"Di Malaysia pakai tube namanya, di area gambut itu ditanami pipa. Jadi ada mesin airnya itu bisa disedot. Kalau terlalu kering disebarkan ke sekitarnya, jadi istilahnya, butiran air itu bisa bikin suhu tidak terlalu panas," papar dia.

Karena itu Jokowi menginginkan ada pejabat terkait yang langsung melihat dan mempelajari pola pemadaman di Malaysia.

"Presiden memerintahkan salah satu pejabat kita, lihat itu. Kalau memang sistem ini bagus, murah, ya sudah kita komnbinasikan dengan sistem kanal. Menurut saya apa yang kita lakukan ini sayang tidak dilakukan dari dulu-dulu sehingga kita kaya mulai dari nol lagi memecahkan masalah asap ini," tutur Rizal.

PM Najib dalam jumpa pers usai bertemu Jokowi hari ini mengatakan kesediaan pemerintahnya menambah bantuan memadamkan api di Indonesia.

"Kita anggap ini bekal yang serius, karena menjadi satu yang membebankan rakyat malaysia dan indonesia. Memberikan kesan pada ekonomi, perjalanan, pengangkutan dan sebagainya. Kita ada beberapa langkah," terangnya.

Sementara mengenai kanal bersekat, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei menyebut kanal efektif mengatasi kebakaran hutan dan lahan. Pembangunan kanal bersekat sudah dilakukan di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.

Willem menjelaskan pembangunan kanal dilakukan sehari setelah kunjungan Presiden Joko Widodo di Kalimantan pada tanggal 24 September lalu. Kanal bersekat dengan ukuran 6x6 meter tersebut dibangun di sepanjang kawasan yang lahannya terbakar.***