JAKARTA, GORIAU.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Menteri ESDM Jero Wacik sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pemerasan di Kementerian ESDM. Jero merupakan menteri ke-3 di kabinet Presiden SBY yang telah menjadi tersangka KPK.

Berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang dilaporkan Jero kepada KPK pada 1 Februari 2012 silam, politikus Partai Demokrat itu memiliki jumlah total harta sebesar Rp11.693.375.000 dan USD 430.000.

Jumlah tersebut terdiri dari berbagai jenis harta. Untuk harta tidak bergerak senilai Rp8.218.375.000. Harta tidak bergerak itu terdiri dari tanah dan bangunan seluas 1.550 meter persegi dan 750 meter persegi di Kabupaten Tangerang yang berasal dari hasil sendiri perolehan tahun 1998 sampai 1999.

Tanah seluas 169 meter persegi di Kabupaten Tangerang berasal dari hasil sendiri perolehan tahun 2003 sampai 2004. Tanah seluas 21.050 meter persegi di Kabupaten Tabanan berasal dari hasil sendiri, perolehan tahun 1994-2003.

Tanah seluas 2.265 meter persegi di Kota Depok berasal dari hasil sendiri, perolehan tahun 1994-1998. Tanah seluas 1.960 meter persegi di Kabupaten Tabanan.

Sementara, harta bergerak yang dimiliki Jero Wacik total bernilai Rp375.000.000. Harta bergerak itu terdiri dari Mobil Mercedes Benz E230 tahun pembuatan 1997 berasal dari hasil sendiri tahun 2000.

Mobil Nissan Serena tahun pembuatan 2004 berasal dari hasil sendiri perolehan tahun 2004. Jero Wacik tak memiliki harta yang bergerak di bidang peternakan, perikanan, perkebunan, pertanian, kehutanan, dan pertambangan.

Harta bergerak Jero lainnya bernilai Rp800.000.000. Terdiri dari logam mulia berasal dari hasil sendiri perolehan tahun 2009, batu mulia dan barang-barang seni serta antik.

Berbeda dengan LHKPN pada 20 November 2009, di LHKPN pada 1 Februari 2012, Jero Wacik tak memiliki surat berharga. Sementara Giro dan setara kas lainnya bernilai Rp2.300.000.000 dan USD 430.000.

Jero Wacik tak memiliki utang dan piutang. Jumlah total kekayaannya adalah Rp11.693.375.000 dan USD 430.000.

Jumlah dalam rupiah tersebut turun Rp675.000.000 jika dibandingkan LHKPN pada 20 November 2009, sebesar Rp12.368.375.000. Namun jumlah dalam USD di LHKPN 1 Februari 2012, mengalami kenaikan USD 380.000 dibanding LHKPN pada 20 November 2009, USD 50.000.

Tersangka Pemerasan

Jero ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemerasan di Kementerian ESDM. Dia diduga memanfaatkan dana operasional menteri sebesar Rp9,9 miliar. Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat ini diduga memeras demi memenuhi kebutuhan operasionalnya sebagai menteri.

"Dana untuk operasional menteri yang besar. Untuk mendapat dana yang lebih besar dari yang dianggarkan, dimintalah dilakukan beberapa hal kepada orang di kementerian hal itu," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.

Hal itu dikatakan Bambang dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (3/9). Hadir juga Wakil Ketua KPK Zulkarnain dan Juru Bicara KPK Johan Budi.

Bambang mencontohkan, beberapa hal yang diminta Jero misalnya peningkatan atau pendapatan dari 'kick back' dari pengadaan. "Misalnya lagi pengumpulan dari rekanan dari dana penggunaan terhadap program-program tertentu, atau misalnya dilakukan beberapa kegiatan yang sesungguhnya rapat-rapat fiktif," papar Bambang.

Bambang mengatakan dana yang didapat itu diduga dari penyalahgunaan kewenangan Jero sebagai menteri. "Jumlahnya sekitar Rp9,9 miliar," kata Bambang.

Ditetapkannya Jero sebagai tersangka, menjadi tambahan cacatan buruk bagi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sebab, sudah tiga menteri aktif di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II yang ditetapkan jadi tersangka.

Menteri pertama yakni Andi Mallarangeng yang didakwa menyalahgunakan kewenangan sebagai pihak yang bertanggungjawab mengelola anggaran pengadaan sarana dan prasarana proyek Hambalang. Andi akhirnya divonis pengadilan Tipikor Jakarta dengan empat tahun penjara.

Menteri aktif berikutnya yakni Suryadharma Ali (SDA). Ketua Umum PPP ini diduga melakukan korupsi penyelenggaraan haji pada tahun anggaran 2012-2013 lalu. Nasib SDA cukup ironis, karena dia ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Mei lalu saat partai politik sedang sibuk menghadapi pemilu presiden.***