BANGUI, GORIAU.COM - Seorang menteri pemerintah Republik Afrika Tengah (CAR) mengatakan bahwa  Prancis telah mempersenjatai milisi Kristen yang melakukan tindak kekejaman terhadap komunitas Muslim lokal.

“Prancis kini berpihak kepada anti-Balaka,” kata Menteri Keamanan Afrika Tengah, Jenderal Mahamat Nouradine Adam kepada Anadolu Agency dalam sebuah wawancara eksklusif, dilansir  Senin (23/12/2013).“Mereka menyediakan senjata, makanan , obat-obatan dan seragam,” ujarnya. “Mereka sekarang memiliki senjata baru,” ujarnya.CAR , sebuah negara yang terkurung daratan yang kaya mineral jatuh ke dalam kekacauan pada bulan Maret, setelah pejuang Muslim Seleka menggulingkan Presiden Kristen, François Bozize  yang dianggap berkuasa sejak kudeta 2003. Francois digulingkan beberapa bulan sejak munculnya milisi Kristen radikal anti–Balaka.Dalam sebuah laporan pada Kamis (19/12/2013), Human Rights Watch (HRW) menggambarkan anti-Balaka sebagai ”warga lokal dan tentara yang setia kepada pemerintah sebelumnya“.Dalam laporannya, HRW menegaskan bahwa milisi Kristen telah melakukan sejumlah pembantaian baru-baru ini terhadap komunitas Muslim setempat , termasuk pembunuhan beberapa ratus Muslim dan pembakaran rumah serta masjid mereka.Pada hari Minggu, perwakilan dari komunitas Muslim CAR memberi pasukan Prancis tenggat waktu satu minggu untuk mengakhiri apa yang mereka digambarkan sebagai ”dukungan Prancis” kepada milisi Kristen anti-Balaka.Mereka mengancam akan menggelar pemberontakan melawan Prancis dan membagi negara itu menjadi utara dan selatan yang memisahkan Muslim dengan Kristen.Di bawah mandat PBB untuk memulihkan keamanan di bekas koloninya, Prancis telah mengerahkan hampir 1.600 tentara di CAR .“Sebelum Prancis membawa pasukan mereka ke dalam negeri, situasi keamanan kami relatif stabil,” kata menteri.”Semuanya akan baik-baik saja, tapi mereka ikut campur,” sambungnya.“Perancis seharusnya menjadi pasukan penjaga perdamaian yang netral, tapi sekarang mereka memihak pada satu kelompok,” lontar Adam.Seorang juru bicara penjaga perdamaian kontingen Prancis tidak bersedia untuk mengomentari tudingan itu.***