PEMERINTAH, dalam hal ini Kementerian Keuangan, baru saja mengeluarkan regulasi baru tentang pemungutan pajak penghasilan (PPh) impor Pasal 22. Dalam aturan yang dikeluarkan, Senin (9/12/2013), disebutkan pemungutan tarif PPh naik dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen.

Ketua Asosiasi Importir Seluler Indonesia (AISI) Eko Nilam mengatakan, akibat kenaikan tarif pajak impor tersebut, harga ponsel naik di kisaran Rp 100.000 hingga Rp 200.000 per unit.

''Kita lihat sebagai importir dengan beban ini tidak berarti importir harus mengurangi keuntungannya. PPh ini juga akan dibebankan, diteruskan kepada konsumen,'' ujar Eko di Jakarta, Selasa (10/12/2013).

Menurut Eko, kenaikan tarif pajak impor ini tak efektif untuk memperkecil neraca transaksi berjalan. Pasalnya, ponsel kini telah menjadi kebutuhan primer. Akhirnya, kata dia, pembelian ponsel tidak akan berkurang, dan hanya sedikit tertunda dengan adanya beleid ini.

AISI pun tidak melihat akan adanya penurunan permintaan ponsel pada tahun mendatang. ''Nah ini mungkin akan sementara menghambat. Konsumen yang tadinya mau beli jadi mundur sebentar. Tapi, karena ini kebutuhan primer, ditundanya itu tidak akan lama, mungkin seminggu dua minggu,'' jelas Eko.

Ia menilai kenaikan tarif Pajak Penghasilan (PPh) barang impor tertentu dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen tidak efektif untuk menekan defisit necara perdagangan.  Justru, kata dia, aturan tersebut memicu semakin maraknya importasi ilegal, alias penyelundupan.

''Orang akan lari. Penyelundupan semakin marak, semakin menggila. Konsumen mencari murah. Karena penyelundup akan bermain dengan deferensiasi harga seperti ini,'' ujar Eko.

Perbedaan harga yang dimaksud Eko tak lain adalah kenaikan harga akibat kenaikan tarif pemungutan PPh 22. Hal itu, kata dia, lantaran importir terdaftar atau importir legal tak bakal mengurangi keuntungannya.

''Kalau soal deficit current account, lebih baik pemerintah menyelesaikan importasi ilegal, penyelundupan. Nah itu yang lebih baik diselesaikan, daripada menekan seperti ini,'' kata dia.

Ditambahkan Eko, sebenarnya pelemahan nilai tukar rupiah yang mulai tampak sejak Agustus lalu telah memukul perdagangan ponsel. ''Rata-rata permintaan handphone berkurang 30 persen. Kalau per tahun belum lihat data. Kita ini rupiah sudah melemah 25 persen. Itu lebih hebat daripada PPh ini,'' kata Eko

Eko mengatakan, permintaan ponsel yang paling banyak mengalami penurunan ada pada kategori high end atau ponsel mewah. AISI sendiri mengategorikan jenis ponsel mewah ini adalah ponsel dengan rentang harga di atas Rp 3 jutaan.(tnc)