JAKARTA, GORIAU.COM - Komite II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) mendukung pembangunan kemampuan produksi gandum di dalam negeri guna mempercepat pendiversifikasian pangan sekaligus mewujudkan kedaulatan pangan Indonesia. Mengapa gandum? Karena kecenderungan konsumsi gandum yang bertambah, sementara kemampuan produksinya nol, yang berarti kebutuhan gandum dipenuhi 100% impor. Celakanya, jumlah dan nilai impor gandum melebih impor beras, jagung, dan kedele.

Tahun 2012, impor gandum berjumlah 6,3 juta ton dan bernilai US$ 2,3 miliar. Tahun yang sama, impor beras berjumlah 1,8 juta ton dan bernilai US$ 946 juta, impor jagung berjumlah 1,7 juta ton dan bernilai US$ 502 juta, serta impor kedele berjumlah 1,9 juta ton dan bernilai US$ 1,2 miliar. Karena kecenderungan konsumsi gandum yang bertambah, tahun 2012 tercatat 21 kg per kapita per tahun, maka gandum menjadi sumber karbohidrat nomor dua setelah beras. Kecenderungan yang justru berpeluang untuk mengurangi lonjakan permintaan konsumsi beras.

Beras, jagung, dan kedele tergolong komoditas pangan prioritas yang strategis, sedangkan gandum tidak. Akibatnya, upaya peningkatan produksi gandum domestik terkendala karena tidak didukung pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Oleh karena itu, Pemerintah didesak menggolongkan gandum sebagai komoditas pangan prioritas. Komite II DPD RI diminta mendesakkan isu tersebut dalam rapat kerjanya dengan kementerian terkait, seperti Kementerian Pertanian dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Tim Gandum Universitas Andalas yang dipimpin Prof Dr Werry Darta Taifur SE MA [Rektor Universitas Andalas, juga Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Sumatera Barat] memaparkan potensi pengembangan produksi gandum di dalam negeri bersama Prof Dr Ir Helmi MSc, Wakil Rektor IV (Bidang Pengembangan dan Kerjasama) Universitas Andalas], dan Prof Dr Ir Irfan Suliansyah MS (Ketua Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Andalas) dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komite II DPD RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/4/2015).

''Jangan terlambat. Laju konsumsi gandum kita tidak bisa direm, tidak ada alternatif. Akan sulit kalau kita terus-menerus tergantung impor. Diversifikasi BBM (bahan bakar minyak) terlambat setelah konsumsi BBM makin sulit dikejar. Perguruan tinggi tidak bisa berteriak sendirian,'' Werry Darta Taifur mewanti-wanti.

Helmi menambahkan, ''Kita tidak bisa meningkatkan produksi kalau gandum tidak masuk pangan prioritas. Pemerintah beralasan, karena tidak masuk maka pengembangan produksi gandum tidak bisa dibiayai APBN. Padahal impornya makin banyak. Tahun ini saja diperkirakan impor kita terbanyak di dunia. Oleh karena itu, kami berharap Komite II DPD RI mengadvokasi maksud mulia ini agar kita bisa mempercepat pendiversifikasian pangan sekaligus mewujudkan kedaulatan pangan Indonesia.''

Irfan Suliansyah mengingatkan pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia yang berubah dari waktu ke waktu. Jika sejak tahun 1970-an hingga pertengahan 1980-an, diversifikasi pangan masih didominasi beras (sekitar 60%), disusul ubi (20%), sisanya jagung dan lain-lain. Tapi sejak tahun 1987, 1999, 2010, hingga sekarang, pola konsumsi tersebut berubah. “Selama 30 tahun terakhir, pola konsumsi pangan masyarakat kita berubah 500%. Tahun 1950-an belum ada data konsumsi gandum. Tapi tahun ini 24 kg per kapita per tahun, tingkat konsumsinya nomor dua setelah beras.”

Terhadap paparan tersebut, Ketua Komite II DPD RI Parlindungan Purba (senator asal Sumatera Utara), menyatakan komitmen pihaknya untuk mendukung penelitian tanaman gandum yang dilaksanakan Tim Gandum Universitas Andalas bersama Tim Mitra yang berasal dari enam provinsi sejak tahun 2011 hingga 2014 yang mampu merilis varietas gandum unggul. Peran Tim Gandum Universitas Andalas beserta Tim Mitra tersebut merupakan amanah yang sangat penting dalam mendukung program ketahanan dan kedaulatan pangan di Indonesia.

''Kami mendukung penelitian tanaman gandum ini. Dalam rapat kerja bersama Kementerian Pertanian tanggal 15 atau 16 April bulan ini, kami akan dorong ini. Apalagi rapat kerja kami dengan Kementerian Perdagangan tadi pagi, Pak Menteri menyatakan sikapnya yang unhappy karena impor komoditi pangan kita yang tidak kunjung berhenti. Gayung pun bersambut. Kami mendukung beberapa provinsi lain terlibat yang wilayahnya memiliki agroklimat cocok untuk pengembangan produksi gandum. Perguruan tinggi di provinsi itu juga terlibat penelitian,'' Parlindungan Purba menyatakannya.

Paparan Tim Gandum Universitas Andalas menjelaskan bahwa Tim Mitra yang berasal dari enam provinsi lain adalah peneliti Universitas Syiah Kuala, Universitas Bengkulu, Institut Pertanian Bogor, Dinas Pertanian Kabupaten Banjarnegara, Universitas Kristen Satya Wacana, Universitas Brawijaya, dan Balai Penelitian Tanaman Serealia Kementerian Pertanian. Penelitian tanaman gandum masih dilakukan agar kelak diperoleh varietas gandum yang karakteristiknya baik, terutama daya adaptasinya terhadap lingkungan tropis. (rls)