JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily mengatakan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas telah melanggar undang-undang (UU) dan keputusan presiden (Keppres) karena mengalihkan kuota haji reguler menjadi haji khusus.

Dikutip dari Kompas.com, anggota Tim Pengawas Haji DPR 2024 ini menegaskan, DPR akan segera membentuk panitia khusus (pansus) untuk mendalami kebijakan Menag yang melanggar aturan tersebut.

Ace menuturkan, pada 27 November 2023 silam, Komisi VIII DPR bersama Menag Yaqut Cholil Qoumas menggelar rapat untuk membahas biaya penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024. Kala itu, kuota haji untuk Indonesia di tahun 2024 mencapai 221.000 orang. Lalu, Indonesia mendapat kuota tambahan 20.000, sehingga total kuota haji untuk Indonesia 2024 mencapai 241.000 orang. Kuota haji tamvahan ini dibagi untuk haji reguler dan haji khusus.

"Di mana kuota diberikan 92 persen untuk jamaah reguler, dan 8 persen untuk jamaah khusus. Maka dengan demikian, kuota haji Indonesia tahun 2024 sebanyak 241 (ribu) ini untuk haji reguler 221.720 dan untuk haji khusus 19.280," ujar Ace dalam jumpa pers evaluasi ibadah haji 2024 di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (1/7/2024).

Beberapa bulan kemudian, atau tepatnya pada Februari 2024, Kemenag mengeluarkan kebijakan baru yang membagi kuota tambahan 20.000 menjadi dua bagian, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.

Ace mengatakan kebijakan Kemenag itu tidak sesuai dengan kesepakatan yang pernah dicapai dalam rapat kerja Komisi VIII DPR dengan Menag, yang juga telah dituangkan dalam Keppres Nomor 06 Tahun 2024 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 2024 yang terbit pada Januari 2024.

Ace menegaskan, keputusan Menag tersebut bertentangan dengan undang-undang dan keputusan presiden. Ace menyebut pihaknya mempertanyakan kebijakan Menag Yaqut Cholil Qoumas menambah kuota untuk jamaah haji khusus.

"Maka dengan demikian, langkah Kementerian Agama yang mengeluarkan kebijakan kuota tambahan tidak sesuai dengan keputusan rapat kerja Komisi VIII dengan Menteri Agama. Tentu ini menjadi sesuatu yang bertentangan dengan raker tersebut. Dan tentu ini bertentangan dengan undang-undang dan keputusan presiden. Karena itu tentu kami timwas mempertanyakan tentang kebijakan tersebut," tuturnya.

Menurut Ace, pembagian kuota 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus ini menciderai tujuan dari penambahan kuota tersebut. Dia mengatakan belum pernah ada penjelasan tegas mengenai pembagian tambahan kuota ini, meski Kemenag sudah mengklaim kebijakan itu dibuat atas permintaan pemerintah Arab Saudi.

"Namun yang perlu kami sampaikan bahwa hingga sejauh ini kami belum mendapatkan penjelasan yang tegas terkait dengan kebijakan tersebut. Nah, oleh karena itu, kami memandang bahwa persoalan pembagian kuota ini tentu harus kami dalami karena menyangkut dengan kepentingan jemaah, terutama jemaah haji yang reguler," kata Ace.

Ace mengatakan, Timwas Haji DPR berpandangan bahwa persoalan pembagian kuota ini harus didalami karena menyangkut kepentingan jemaah, terutama jamaah haji reguler yang telah menunggu puluhan tahun. Dia memberi contoh di Sulawesi Selatan, terdapat jemaah yang harus menunggu hingga 45-48 tahun untuk ibadah haji.

Ace berharap, kebijakan penambahan kuota untuk jamaah haji khusus bisa menjadi terang di pansus.

"Karena itu maka soal kuota non haji entah itu kuota ziarah maupun kuota multiple atau kuota umal atau kuota-kuota lain di luar kuota haji yang kemudian dipersoalkan dalam proses penyelenggaraan ibadah haji, kami perlu dalami dan perlu diselesaikan," jelasnya.

"Karena bagaimanapun, hal tersebut menyangkut dengan perlindungan terhadap warga negara Indonesia di luar negeri," imbuh Ace.***