PEKANBARU, GORIAU.COM - Kehidupan di Kota Pekanbaru kian kompetitif. Maklum, Ibu Kota Bumi Lancang Kuning ini kian hari kian bertambah padat. Apalagi menjadi rujukan investor nomor dua setelah Banten seantero Tanah Air.Jika tidak mampu bersaing hidup di Kota Berkabut Asap ini, tentu saja peradabannya kian menggilas yang lemah.

Seperti sosok Bapak yang satu ini. Namanya Jabar, usia sudah 55 tahun. Ketika ditemui GoRiau.com di tengah kerumunan perayaan Hari Jadi Kota Pekanbaru yang ke-229, Minggu (23/6/2023) dini hari, laki-laki tua yang mulai kerempeng ini mengais kardus, botol minuman mineral lainnya dengan sebatang bambu kecil.

Di tengah hiburan yang menyentak pengunjung malam itu, Jabar pun beraksi meski hanya membelitkan kain sarung robek di pinggangnya. Tubuhnya terlihat ringkih, tanpa pakaian. Ia turut bertepuk tangan sambil terkekeh ketika melihat Wali Kota Firdaus, ST, MT tampil memberikan sambutan jelang acara penutupan.

Kemudian, Jabar kembali berkeliling mencari barang-barang bekas, untuk dijual esok hari.

Saat berbincang dengan media ini, Jabar menceritakan kalau ia sudah lama tak bertemu keluarga. Anak dan istrinya berada di Kampar Kiri, namun sudah berpisah selama 15 tahun tepat kala Jabar ingin mengubah nasib ke Pekanbaru.

Sampai di Pekanbaru tahun 1998 lalu, Jabar sempat bekerja sebagai buruh kasar. Namun, karena terendus usia, Jabar pun tidak kuat meneruskan pekerjaannya. Ia memilih melakoni profesi pemulung sejak lima tahun terakhir.

Di Pekanbaru, Jabar hanya seorang diri, tanpa sanak family apalagi istri dan anak-anak. Ia tidak lagi memiliki pakaian, kecuali satu kain sarung lusuh dan beberapa potong celana robek. Sedangkan baju pembungkus badan, Jabar tidak memiliki.

Ia bermalam di persimpangan jalan Arifin Achmad dan Jalan Sudirman Pekanbaru. Di pertigaan sebelah kanan itu ada sebuah pondok kayu, yang ia gunakan sebagai tempat istirahat dan mengumpulkan barang-barang bekas.

Meski berjuang hidup seorang diri sebagai pemulung, Jabar masih punya cita-cita ingin mengirimkan anak-istri bila sudah mendapatkan uang.

"Saya mau mencari duit dulu, niat saya sejak dulu mau mengirimkan anak uang," katanya semangat sembari menghirup sebatang rokok.

Selama hidup dipekanbaru, Jabar mengaku tidak susah. Karena, menjalani hidup sebagai orang yang terlantar bagi dia hal yang biasa.

"Kita punya takdir sendiri-sendiri, yang penting jangan menyerah," katanya.

Ia mempercayai, di luar kuasa manusia ada kuasa Tuhan yang lebih tinggi dari segala-galanya.

Kembali tentang keluarga, Jabar mengaku rindu berkumpul kembali. Namun, ia terlihat putus asa mengingat nasib yang membelitnya kini.

Dari ceritanya, Jabar hanya mampu mengumpulkan uang Rp6 ribu perharinya. Sementara harga sebungkus nasi paling murah di Kota Bertuah ini, sama dengan penghasilannya yang membanting tulang siang dan malam.

"Kadang makan kadang tidak. Kadang dikasih orang duit. Kita tak mau mengemis, kalau dikasih itu tandanya lagi ada rezeki," ujar Jabar semangat.(kha)