JAKARTA, GORIAU.COM - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengurangi hukuman terpidana korupsi kasus Hambalang dan pencucian uang, Anas Urbaningrum, dari 8 tahun menjadi 7 tujuh tahun penjara.

Pengacara Anas, Carrel Tacualu, menjelaskan musyawarah hakim membuat masa hukuman kliennya dikorting setahun. "Itu berdasar musyawarah hakim Pengadilan Tinggi Jakarta pada 4 Februari 2015. Apa dasarnya? Itu musyawarah hakim," kata Carrel saat dihubungi Tempo, Jumat, 6 Februari 2015.

Anas dan keluarga, kata Carrel, menyambut gembira putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta itu. Kebahagiaan Anas bertambah karena majelis hakim yang dipimpin Syamsul Bahri Bapatua juga mengembalikan barang bukti milik terpidana Anas berupa sebidang tanah di Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Padahal, dalam vonis Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, aset tanah itu disita negara lantaran diduga hasil dari korupsi.

Carrel menilai putusan Pengadilan Tinggi Jakarta merupakan secercah harapan penegakan hukum bagi kliennya. Menurut dia, selama ini Komisi Pemberantasan Korupsi terlalu memaksakan kasus korupsi Anas. Carrel mengatakan hakim di Pengadilan Tipikor juga tak mampu berbuat banyak mengingat sorotan media yang tajam. "Selama ini KPK klaim tersangkanya pasti bersalah, hakim jadi terpengaruh," katanya.

Carrel dan tim pengacara Anas lainnya berencana mengajukan kasasi. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta seakan membuat pengacara bersemangat membuktikan bahwa Anas tak bersalah. "Tapi kapan (ajukan kasasi), tunggu dulu, putusan Pengadilan Tinggi saja kami belum terima," kata Carrel.

Sebelumnya, pada 24 September 2014, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan terhadap Anas Urbaningrum. Majelis hakim menyatakan bekas Ketua Umum Partai Demokrat itu terbukti melakukan korupsi dalam kasus Hambalang dan pidana pencucian uang.

Dalam tuntutannya, jaksa meminta hakim menghukum Anas dengan pidana 15 tahun penjara dan membayar denda Rp 500 juta subsider 5 bulan bui. Jaksa juga meminta Anas membayar uang pengganti atas kerugian negara sebesar Rp 94,18 miliar dan US$ 5.261.070. Selain itu, jaksa menuntut Anas dengan pidana tambahan, yakni pencabutan hak untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik, serta pencabutan izin usaha pertambangan atas nama PT Arina Kotajaya di Kalimantan Timur.***