PEKANBARU, GORIAU.COM - Tiga terdakwa kasus dugaan korupsi kredit fiktif BNI 46 Pekanbaru, Atok, AB Manurung dan Dedi Syahputra dinyatakan melakukan korupsi dengan memuluskan pencairan dana sebesar Rp40 miliar kepada PT Barito Riau Jaya (BRJ).

Tak ayal, vonis 9 tahun dijatuhkan majelis hakim kepada ketiganya dalam sidang Tipikor di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Jumat (12/9/2014) malam.

Dalam amar putusannya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru, yang diketuai Masrul, menyatakan ketiga terdakwa terbukti bersalah melakukan tipikor secara bersama-sama dan berkelanjutan.

"Ketiga terdakwa telah terbukti bersalah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," ujar Masrul.

Oleh karenanya, lanjut Masrul, dari fakta persidangan terbukti tidak ada alasan pembenar dan pemaaf bagi terdakwa yang dapat menghapus atau menghilangkan sanksi pidana terhadapnya.

"Majelis hakim memutuskan menghukum para terdakwa dengan hukuman pidana penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp 400 juta subsider 4 bulan penjara," lanjut Masrul membacakan putusannya.

Terkait uang pengganti kerugian negara sebesar Rp37 miliar tidak dibebankan kepada ketiganya, melainkan kepada terdakwa Esron Napitupulu, Direktur Utama PT BRJ.

Putusan tersebut 7 tahun lebih rendah dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dipimpin Syafril dengan tuntutan selama 16 tahun penjara. JPU juga menuntut ketiga terdakwa membayar denda sebesar Rp700 juta subsider 5 bulan penjara.

Baik terdakwa maupun JPU masih mempertimbangkan keputusan tersebut selama 7 hari. Apakah menerima atau menolak dengan mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru.

Sementara itu, Kuasa Hukum terdakwa Atok, Asep Ruhiyat mengatakan merasa tidak adil atas putusan yang dijatuhkan terhadap kliennya.

"Ini tidak adil, kita akan melanjutkan upaya hukum dengan melakukan banding hingga sampai kasasi ke Mahkamah Agung (MA) RI," ujar Asep kepada merdeka.com.

Asep meyakini perkara ini bukan merupakan tindak pidana korupsi, melainkan murni perkara perdata. "Ini murni kasus perdata, karena kredit tersebut sudah dilakukan pembayaran dan anggunannya melebihi dari kredit yang dicairkan," jelas Asep.

Asep juga yakin akan mendapatkan keadilan dalam upaya hukum banding di Pengadilan Tinggi Riau hingga kasasi ke MA. Karena pihak memiliki bukti kuat kasus yang menimpa kliennya murni perdata.

Seperti diketahui, ketiga terdakwa, Atok, AB Manurung, dan Dedi Syahputra, yang merupakan pejabat BNI 46 Cabang Pekanbaru dihadirkan ke persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Mereka terlibat dalam kasus pencairan kredit fiktif yang merugikan negara sebesar Rp40 miliar.

Dalam dakwaan JPU, ketiga terdakwa bersama terdakwa Esron Napitupulu (berkas terpisah/split) adalah pemohon kredit sebesar Rp40 miliar kepada BNI 46 Pekanbaru. Permohonan peminjaman kredit tersebut dikabulkan oleh tiga terdakwa yang merupakan pegawai SKC BNI 46 Pekanbaru, dengan memuluskan pencairan kredit kepada PT Barito Riau Jaya (BRJ) sebesar Rp40 miliar dengan anggunan yang diajukan berupa surat-surat tanah perkebunan kelapa sawit.

Namun agunan dengan beberapa surat tanah, berupa lahan kebun sawit seluas 1.004 hektar itu banyak yang fiktif. Bahkan sebagian lahan adalah milik masyarakat. Anehnya, pihak BNI 46 Pekanbaru dengan mudah mengabulkan kredit tersebut, tanpa melihat ke lapangan lahan yang dijadikan agunan PT BRJ. Akibat kasus ini, negara dirugikan sebesar Rp37 miliar.***