MAKKAH - Penulis Aguk Irawan menulis dengan judul "Ada Kursi Roda Bertarif dari Petugas dan Tagline Ramah Lansia-Disabilitas". Tulisan itu terbit di dua media online pada 14 Juni 2024.

Pada 13 Juni 2024, sehari sebelumnya, tulisan Aguk juga terbit di salah satu media online dengan judul "Aguk Irawan Kritik Layanan Ramah Lansia dan Disabilitas Haji yang 'Dikomersialkan'.

Dikutip dari Republika.co.id, Aguk mengklaim menulis berdasarkan hasil observasi saat bersama Timwas DPR melakukan inspeksi ke Terminal Syib Amir,  Makkah, 11 Juni 2024.

Dalam tulisannya, Aguk menyebut setelah jamaah lansia dan disabilitas turun dari bus (Syib Amir), sudah banyak para petugas berseragam haji berwarna hitam-putih, khas petugas Indonesia, dengan logo Haji Ramah Lansia. Mereka berkumpul dan bersiap-siap mendorong jamaah. Namun, ternyata mereka memungut bayaran sebesar 300-an riyal hingga 500 Riyal, tergantung kesepakatan.

Aguk lalu mempertanyakan adanya tarif jasa kursi roda lalu mengalamatkan komersialisasi kepada petugas haji Indonesia. Dia menuding jamaah diperlakukan sebagai konsumen yang harus membayar atas setiap jenis layanan yang didapatkan. 

Aguk menulis, "Tidak cukup dengan itu, yang lebih menusuk jantung penulis, semula mengira bahwa setelah jamaah lansia dan disabilitas turun dari bus, mereka akan mendapatkan fasilitas layanan secara gratis untuk diantar ke Masjidil Haram (thawaf dan sai). Sebab di sana, memang sudah banyak para petugas berseragam haji berwarna hitam-putih, khas petugas kita, dengan logo Haji Ramah Lansia. Mereka berkumpul dan bersiap-siap mendorong jemaah. Namun, ternyata mereka memungut bayaran sebesar 300-an riyal hingga 500, tergantung kesepakatan."

Kemenag Anggap Fitnah

Tulisan Aguk itu mendapatkan respons dari Kementerian Agama. Juru Bicara Kemenag Anna Hasbie mengatakan, apa yang disampaikan Aguk tersebut termasuk fitnah. Dia menilai, Aguk  gagal paham terhadap layanan haji di Tanah Suci.

"Tulisan Aguk terkait komersialisasi kursi roda jelas fitnah. Itu tentu menciderai perasaan ribuan petugas haji yang secara tulus melayani jamaah," ujar Anna di  Makkah, Jumat (14/6/2024).

"Sangat disayangkan, fitnah ditebar justru di Tanah Suci, akibat gagal paham memahami persoalan," ucap Anna.

Anna mengatakan, sebagai penulis, Aguk mestinya tidak mendasarkan tulisannya pada asumsi. Sehingga, subtansi tulisannya menjadi salah dan mengarah ke fitnah."Tuduhan komersialisasi itu ngawur dan cenderung fitnah," kata Anna.

Anna menegaskan, tidak ada komersialisasi layanan kursi roda yang dilakukan oleh petugas. Fakta yang benar, petugas mengimbau jamaah menggunakan jasa layanan kursi roda resmi yang ada di Masjidil Haram. Selain karena tarifnya standar, petugas sudah mendapat izin resmi alias legal dari otoritas Saudi. Mereka pun dinilai aman dari razia petugas Masjidil Haram.

"Jadi yang mendorong kursi roda dan yang dibayar itu petugas resmi yang menyewakan jasa layanan mendorong kursi roda di Masjidil Haram. Bukan petugas haji Indonesia," jelas Anna.

"Petugas haji Indonesia justru memberi pelindungan kepada jamaah agar mereka aman dan harga sewa standar," ucap dia.

Upaya pelindungan tersebut dinilai penting, karena ada kasus di mana jamaah menggunakan petugas pendorong tidak resmi, justru harus membayar tarif yang jauh lebih mahal. Pada saat ada razia pihak keamanan, pendorong tidak resmi lari meninggalkan jamaah tanpa peduli apakah ibadah jamaah sudah selesai atau belum. Bahkan, mereka tidak peduli dengan keselamatan jamaah.

"Sebagai bentuk perlindungan, kita fasilitasi jamaah haji Indonesia dengan kartu kendali. Sehingga, petugas resmi Masjidil Haram yang mendorong kursi roda juga bisa diketahui. Proses pembayaran dilakukan oleh jamaah kepada petugas rasmi Masjidil Haram, setelah selesai semua rangkaian ibadahnya," kata Anna.

Sebagai informasi bagi jamaah, petugas haji menginformasikan ciri-ciri petugas sewa jasa kursi roda resmi Masjidil Haram:

1. Mengenakan rompi petugas pendorong kursi roda;

2. Rompi pendorong berwarna abu-abu dan hijau lumut (shift pagi) atau berwarna coklat (shift malam);

3. Ada nomor punggung dan nomor dada pada rompinya.

Besaran tarifnya sendiri kalau pra puncak haji adalah paket Tawaf dan Sai 250 riyal. Sedangkan pada pasca puncak haji, paket Tawaf dan Sai sebesar 500-600 riyal.

"Untuk mekanisme pembayaran dilakukan usai jamaah menyelesaikan ibadahnya," ucap Anna.

"Jadi fitnah jika dikatakan petugas haji Indonesia melakukan komersialisasi sewa kursi roda. Petugas haji justru melindungi jamaah dari praktik ilegal sewa jasa pendorong kursi roda yang merugikan jamaah," kata Anna.

Kesalahan lain dari tulisan Aguk adalah tidak faktual. Aguk menyebut bahwa tulisannya berdasarkan survei lapangan pada 11 Juni 2024. Pada hari itu, layanan bus shalawat sudah dihentikan sementara, sesuai kebijakan otoritas Arab Saudi. Seluruh bus yang digunakan jamaah dari berbagai negara ditarik untuk layanan puncak haji.

"Jadi saat Timwas DPR ke Syib Amir, sudah tidak ada bus shalawat," ujar Anna.

"Bus shalawat terakhir beroperasi pada hari itu hanya untuk memfasilitasi umrah wajib kloter terakhir yang baru tiba di  Makkah. Dan itu sudah selesai," ucap Anna.

Anna mempersilahkan Aguk menulis soal layanan perhajian. Namun, jika tulisannya mengandung fitnah, pihaknya akan melayangkan somasi.

"Jadi kalau Aguk menyebut melihat petugas berkumpul menawarkan kursi roda pada jamaah yang baru turun bus shalawat, itu jelas tidak benar. Silakan menulis, tidak ada larangan. Tapi kalau fitnah kita akan somasi," kata Anna.

Saat dihubungi tim Media Center Haji (MCH) lebih lanjut, Aguk mengaku bahwa tulisan itu merupakan hasil observasinya, tapi dia tidak melakukan penyelidikan lebih lanjut apakah uang transaksi itu diserahkan ke jasa pendorong resmi yang di sana atau masuk ke kantong petugas pribadi.

"Saya merasa benar. Karena saya melihat ada transaksi di depan mata saya. Tapi saya tidak tahu apakah kemudian uang itu diserahkan ke jasa pendorong resmi atau tidak," ujar Aguk, Jumat (14/6/2024).

Kalau prosesnya memang diserahkan petugas haji ke pendorong kursi roda resmi di Masjidil Haram, Aguk meminta maaf kepada petugas haji.

"Kalau prosesnya memang seperti itu saya minta maaf," jelas Aguk.

Salah satu petugas haji yang pernah bertugas di Syib Amir, Yunus menjelaskan proses penggunaan kursi roda bagi lansia di terminal. Menurut Yunus, uang jasa dari jamaah memang dititipkan dulu ke petugas haji. Lalu, petugas itulah yang akan membayarkan kepada pendorong kursi resmi di Masjidil Haram.

"Itu dipercayakan kepada petugas demi kenyaman dan keamanan jamaah. Karena kalau jamaah transaksi langsung dikhawatirkan jasa pendorong menaikkan tarifnya semena-mena. Ini hanya untuk memudahakan jamaah," kata Yunus.

"Jadi itu tuduhan tidak mendasar, bahkan fitnah yang menyinggung perasaan ribuan petugas haji," jelas Yunus.***