PEKANBARU, GORIAU.COM - Kasus suap tertangkap tangan sebesar USD700 ribu atau sekitar Rp7 miliar yang menimpa Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini dianggap sudah menjadi tradisi dan budaya di industri migas Indonesia.

Bahkan suap yang diduga diterima Rudi dari perusahaan minyak asing Kernel Oil masih tergolong sangat kecil jika dibandingkan dengan transaksi suap ditingkat lokal di daerah penghasil minyak Provinsi Riau yang minimal sebesar Rp3 miliar.

"Kami sebagai praktisi minyak hanya bisa tertawa saja menengok kasus Rudi. Untuk ukuran Kepala SKK Migas suap sebesar Rp7 miliar itu masih sangat kecil. Di Duri saja, transaksi seperti itu antara KKKS dengan subkontraktor besarnya bisa mencapai Rp3 miliar ditambah tiga mobil Toyota Fortuner," kata peneliti Duri Institute Agung Marsudi D Susanto kepada Media Indonesia di Pekanbaru, Rabu (14/7/2013).

Menurut Agung, suap menyuap di industri Migas sudah menjadi tradisi. Dari hasil kajian Duri Institute suap menyuap di industri Migas diartikan sebagai suatu transaksi jual beli.

Artinya KKKS yang sudah berhasil 'membeli' izin eksploitasi lantas kembali melego hak penambangan itu ke sub-kontraktor lainnya dengan nilai yang cukup besar.

"Jadi ada uang ada barang. Persis seperti jual beli. Itu sudah budaya di industri migas," ungkapnya.

Agung menambahkan, contohnya nyata adanya indikasi suap menyuap dalam industri Migas tampak dalam kasus proyek cost recovery bioremediasi fiktif PT Chevron Pasific Indonesia (CPI). ***